Blog Utama

Abege Labil

Abcdefg! Sehat guys? Agaknya gue yang gak sehat yaa. Sebelumnya gue udah nulis panjang banget, udah gue post dan ngabisin banyak waktu. Tap...

Senin, 01 Februari 2021

Kenapa gue harus banyak belajar tentang kemampuan-kemampuan baru yang kelihatannya nggak penting saat ini?


Well, lo pasti pernah mikir hal begini tiap ketemu pengetahuan baru baik itu di seminar, di kelas waktu kuliah, atau waktu Menteri Pendidikan ceramah soal skill ini dan itu. Gue pun begitu, kok. Pengetahuan-pengetahuan baru ini sering dikasih istilah-istilah asing yang nggak pernah kita denger sebelumnya. Ya iyalah, lha wong baru, hehehe. Tapi bener sih, lo ataupun gue kalo ketemu suatu istilah asing kayak “Apaan dah ini kaga ngerti gua”. Bukannya malah antusias, malah kicep duluan. Giliran bahas masa lalu aja, mata sama hati langsung mendadak melek, ya nggak? Hahaha.

 

Cuma belakangan ini gue sering overthinking karena umur udah nambah tapi kok ilmu masih segitu-gitu aja ya? Entah gue yang emang males belajar atau emang nggak update sama perkembangan ilmu pengetahuan, gue ngerasa lagi tinggal di dalem sangkar pengetahuan gue yang udah usang. Kalo kata aplikasi, ini namanya “old version”, harus buruan diupdate nih sebelum kadaluarsa 1 Maret. Usut punya usut, berbekal internet provider 3 sama laptop Asus yang LCD-nya udah nggak ori, gue menyelami internet dan dapatlah beberapa insight baru tentang beberapa hal yang dibutuhin saat ini, yang celakanya GUE BELUM BISA INI SEMUA ANJIR GIMANA INI!

 

Ternyata, di masa yang kita terbiasa main Tik-Tok dari subuh sampe tengah malem ada Top 10 Skills of 2025 atau kemampuan yang sangat dibutuhin di 2025 dan harus kita pelajarin dari sekarang! Dikutip dari Future Jobs Report 2020, Word Economic Forum, kemampuan itu di antaranya ada:


  1. Analytical thinking and innovation;
  2. Active learning and learning strategies;
  3. Complex problem solving;
  4. Critical thingking and analysis;
  5. Creativity, originality and initiative;
  6. Leadership and social influence;
  7. Technology use, monitoring and control;
  8. Technology design and programming;
  9. Resilience, stress tolerance and flexibility;
  10. Reasoning, problem solving and ideation.


Kemampuan-kemampuan ini nih yang ternyata bakal diperluin di masa depan. Mulai sekarang kita nggak bisa abai lagi sama istilah-istilah asing yang sulit karena mau nggak mau kita harus belajar, harus upgrade pengetahuan dan kemampuan kita! Gue jadi teringat kalo di masa-masa kita lulus nanti, bonus demografi menanti, itu artinya bakal banyak banget orang di luar sana yang bersaing untuk mewujudkan cita-citanya. Masalahnya, lebih banyak juga yang saat ini lagi mempersiapkan diri untuk lima tahun yang akan datang! Sampe saat ini, kira-kira sejauh mana persiapan lo?


Its okay kok untuk bersenang-senang karena siapa lagi ya kan yang mau bahagiain kalau bukan diri sendiri? Gue juga tiap minggu berhibernasi sambil ngewibu dan nontonin mukbang same as most teenager did! Tapi gue juga nggak lupa untuk baca buku, ikut course, dan rajin cari informs seputar perkembangan ilmu pengetahuan yang gue minati. Di sini, gue mau ngajak lo yang mungkin ngerasa gabut kuliah/sekolah online untuk bergerak dari rumah! Lo bisa kok manfaatin gadget untuk nonton atau baca suatu pengetahuan yang seru! Seenggaknya, selama kita di rumah, kita tetep bisa update sama informasi dan pengetahuan baru.


At the end, gue mau drop percakapan gue sama temen gue waktu kita pulang dari suatu tempat:

A: Lo bingung nggak sih lulus nanti bakal jadi apa?

B: Iyalah, mana jurusan gue gitu, mending elu masih ada dikit-dikit kesempatan.

A: Mending apanya, gue juga sama strugglenya kaya lo. Tiap malem sering overthingking, tapi yaudahlah.


Lalu kami pun terdiam.

Selasa, 19 Januari 2021

Manga “Attack On Titan” di Mata Para Pembaca: Sebuah Studi Etetika Resepsi

 Shinzou Wo Sasageyo!

Slogan di atas pasti sudah tak asing lagi di mata para pembaca manga “Attack on Titan”. Slogan yang memiliki arti “dedikasikan hatimu” tersebut memiliki makna dan esensi tersendiri dalam serial manga ini. Pasalnya, Shinzou wo Sasageyo menjadi slogan yang menandakan adegan pertempuran yang melibatkan pengorbanan para tokohnya. Slogan ini diucapkan untuk membangkitkan rasa nasionalisme para tokoh “Attack On Titan” dalam memperjuangkan nasib umat manusia. Tak jarang, pembaca pun turut merasakan euforia “shinzou wo sasageyo” seolah berada di dalam cerita.

 

“Attack on Titan” merupakan manga yang ditulis oleh Hajime Isayama dan terbit pertama kali pada tahun 2009. “Attack on Titan” sendiri berarti “Raksasa Penyerang” yang merupakan tokoh utama dalam manga ini. Latar belakang “Attack On Titan” berada di sebuah wilayah yang dikeliling tiga lapis tembok raksasa untuk melindungi mereka dari serangan para raksasa di luar tembok. Raksasa-raksasa di luar tembok tersebut memakan manusia sehingga manusia harus berlindung. Hingga 100 tahun berdiri, tidak ada satu raksasa pun yang bisa menghancurkan tembok tersebut. Masyarakat percaya bahwa tempat paling aman adalah berada di dalam tembok karena mustahil ada raksasa yang menembusnya. Naasnya, pada suatu hari tembok ditembus oleh dua raksasa yaitu Titan Kolosal dan Titan Armor dan membuat raksasa biasa (yang umumnya tidak berakal dan hanya berhasrat memakan manusia) masuk ke salah satu distrik dan menewaskan ribuan manusia.

 

Manga “Attack on Titan” tidak hanya menceritakan mengenai manusia membasmi para raksasa yang menyerang dinding. Penulis sekaligus illustrator manganya, Hajime Isayama memberikan banyak pandangan baru mengenai manga ini. Di antaranya intrik pemerintah, rahasia dan asal muasal umat manusia berada di dalam dinding, hingga pembalasan dendam yang tidak berujung. Rupanya, kejadian awal manga ini hanyalah sebuah awal dari pertempuran yang sebenarnya.

 

Sejak perilisannya, manga “Attack on Titan” mendapatkan sambutan hangat dari para pembaca. Penggemar serial manga ini tidak hanya dari negara asalnya yaitu Jepang. Lebih dari itu, “Attack on Titan” telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan berbagai bahasa di belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia sendiri banyak terdapat perkumpulan-perkumpulan fans “Attack on Titan”. Di media sosial Twitter sendiri terdapat base para fans untuk sekadar berkomunikasi dan menyebarkan informasi.

 

Manga “Attack on Titan” rilis setiap awal bulan. Hingga saat ini, manga “Attack on Titan”telah mencapai babak 136. Euforia manga ini semakin melonjak karena babak ke 136 akan menjadi empat babak terakhir menuju ending. Manga ini rencananya akan berakhir pada babak ke 139 atau bulan April mendatang.

 

Pada tahun 2013, manga “Attack on Titan” diadaptasi menjadi anime musim pertama yang tayang setiap minggu. Musim selanjutnya tayang pada tahun 2017, musim ketiga bagian pertama 2018, musim ketiga bagian kedua 2019, dan musim terakhir tayang pada tahun 2020 hingga saat ini. Penayangan anime “Attack on Titan” lantas menjadi pembicaraan hangat para pembaca manga, terutama para fans. Mengingat ini adalah musim terakhir dari serial “Attack on Titan”, tentu banyak adegan-adegan heroik yang tak sabar segera dianimasikan. Penggemar pun tak sabar menantikan akhir dari polemik balas dendam dari pihak-pihak yang berperang.

 

Terlihat dari banyaknya antusias para penggemar mengenai manga ini, lalu sebenarnya bagimana pandangan dan penilaian para pembaca manga terhadap cerita?

 

Dari segi plot, kita mungkin mengira bahwa  manga ini akan membahas pertempuran manusia dengan raksasa, terutama asal-usulnya. Manusia dalam dinding yang diceritakan dalam manga memiliki ambisi untuk melihat dunia luar dan menjelajahi alam luas. Namun, apakah rencana itu berjalan mulus? Apakah musuh mereka hanyalah para raksasa yang memangsa manusia? Sayangnya tidak.

 

Pada babak-babak pertengahan, pembaca disuguhi oleh fakta bahwa meskipun para manusia telah berhasil keluar tembok dan mencapai laut, mereka masih harus melawan musuh yang ada di seberang, yaitu manusia. Pada hari itu, manusia dalam manga maupun pembaca memahami, bahwa sebetulnya mereka yang terjebak di dalam dinding tanpa informasi dianggap sebagai musuh umat manusia di seberang. Hal ini juga menjelaskan alasan dibalik hancurnya dinding terluar oleh Titan Kolosal dan Titan Armor.

 

Fakta mengejutkan lain yang didapat adalah kenyataan bahwa manusia di dalam dinding adalah keturunan Titan pertama yang menjajah umat manusia di seberang selama 2000 tahun. Kekuatan Titan itu didapat dari sebuah perjanjian seorang budak bernama Ymir dengan iblis. Selama itu, mereka yang disebut bangsa Eldia menindas bangsa lain menggunakan kekuatan Titan. Kemudian 100 tahun sebelum kisah ini dimulai, bangsa Marley berhasil mengalahkan bangsa Eldia yang membuat bangsa itu kabur ke sebuah pulau dan mengurung rakyatnya di dalam dinding tanpa akses ke luar. Sedang di luar sana, ada bangsa Eldia yang tertinggal di negara Marley dan menerima diskriminasi yang parah.

 

Dari sini para pembaca mulai terbagi-bagi ke dalam pemahaman yang berbeda. Ada pembaca yang memandang semua kejahatan dimulai oleh raja bangsa Eldia yang menjajah, ada yang menganggap semua dimulai dari keserakahan bangsa Marley yang mengusik kehidupan di pulau tersebut, ada pula yang berlaku netral. Belum lagi konflik bangsa Eldia yang dikurung dan didiskriminasi di benua Marley. Lalu mengapa para pembaca memiliki perspektif berbeda dalam menentukan peran antagonis?

 

Pasalnya, dalam manga ini, penulisnya sendiri tidak menjelaskan siapa peran antagonis dan protagonis dalam cerita. Setiap elemen dari tindakan manusia memiliki alasannya masing-masing. Bahkan untuk menentukan siapa manusia yang baik dan yang jahat pun sulit apabila dilihat dari satu sisi. Apalagi, manusia-manusia tersebut digambarkan memiliki dosanya sendiri. Mereka memiliki pandangannya sendiri untuk bertahan hidup dan memperjuangkan kebebasan.

 

Memangnya.. ap aitu kebebasan? Sebuah kata yang sulit untuk diwujudkan di bumi karena masih harus terikat oleh aturan-aturan dan manusia lainnya.

 

Batas antara kebaikan dan keburukan dalam manga ini nampaknya sangat abu-abu. Penulis ingin menggambarkan bahwa di dunia yang kejam ini, tidak ada yang hitam dan tidak ada yang putih. Semua memiliki sudut pandang dan alasan yang jelas. Bahkan motif untuk melakukan tindakan keji pun didasari atas alasan kemanusiaan dan bertahan hidup. Sampai di sini, pembaca diberikan kebebasan untuk memilih sudut pandang yang diyakini, tentu dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang telah diungkapkan dalam manga.

 

“Attack on Titan” memberikan gambaran tentang bagaimana kehidupan ini terjadi. Manga ini tidak memandang dunia sebagai dunia yang romantis, melainkan dunia yang keji dan penuh intrik. Bagi para pembaca, “Attack on Titan” adalah manga yang penuh strategi terutama kejahatan-kejahatan yang terstruktur. Manga ini memuat konsep-konsep sarkastik tentang kehidupan, yang mungkin saja benar-benar nyata di kehidupan. Tidak ada yang hitam dan tidak ada yang putih, semua pihak memiliki warna yang berbeda demi kepentingannya. Kurang lebih begitulah konsep yang diamini para pembaca.

 

Selebihnya, “Attack on Titan” merupakan karya yang cerdas karena tidak hanya memiliki plot yang kompleks, tetapi juga menghadirkan tokoh-tokoh yang berkembang sesuai dengan latar belakang kehidupannya. Tokoh-tokoh dalam manga memiliki kekuatan tersendiri dalam memikat penggemar. Kembali lagi pada pernyataan tidak ada tokoh yang jahat dan baik secara hitam dan putih, penggemar juga memiliki alasan tersendiri menyukai tokoh-tokoh yang mungkin dianggap jahat oleh pembaca lain.

 

Perkembangan karakter yang paling terlihat adalah perkembangan tokoh utama, yaitu Eren Jaeger. Eren diceritakan mengalami masalalu yang buruk karena menyaksikan ibunya dimakan oleh raksasa biasa saat dinding di daerahnya ditembus oleh Titan Kolosal. Ia memiliki tekad yang kuat untuk menghabisi para raksasa, namun Ketika menyadari bahwa musuhnya bukanlah raksasa, ia harus menyadarkan diri bahwa di luar sana, seluruh dunia membenci tanah kelahirannya. Pada babak ke 100an, Eren Jaeger bertransormasi menjadi sosok Villain atau musuh seluruh dunia. Tetapi terkait dengan konsep yang dihadirkan manga ini, kejahatannya pun didasari kesimpulan bahwa “tidak ada jalan lain” yang membuat kejahatannya masuk akal.

 

Hal ini nampaknya membuat para pembaca dilema. Betulkan Eren Jaeger merupakan musuh, atau justru ia adalah korban? Pertanyaan ini hanya dapat djawab melalui sudut pandang pembaca. Pembaca memiliki pilihan untuk menentukan sudut pandang yang dianutnya. Baik mengambil sudut pandang tanah kelahiran Eren Jaeger di dalam dinding, bangsa Eldia yang terdiskriminasi di benua Marley, atau bangsa Marley sendiri. Dilema ini membawa para pembaca, lagi-lagi merasa bahwa manga ini tidak perlu dinilai hitam atau putihnya. Karena sesungguhnya begitulah sistem baik dan buruk terjadi.

 

“Attack on Titan” adalah manga yang hanya bisa dinilai dari segi sudut pandang. Pembaca bisa mengungkapkan kebenaran yang dianutnya, namun harus tetap bisa menerima kepercayaan orang lain yang mungkin saja bertolak dari argumennya terkait manga ini. Ada banyak sekali nilai-nilai kehidupan yang bisa diambil dari manga ini, namun yang mana yang ingin pembaca ambil adalah keputusan dan kesadarannya sendiri. Lebih jauh, manga “Attack on Titan” merupakan karya fiksi yang menghibur, ada baiknya pembaca memahami bahwa apa yang dihadirkan dalam manga ini sebaiknya dinikmati sebagai karya sastra bergambar.

 

“Attack on Titan” masih terus berlanjut menuju ending. Masih terlalu dini untuk memutuskan siapa yang seharusnya disalahkan di saat-saat seperti ini. Sebagai pembaca, kita hanya bisa menunggu tanggal rilis dan membacanya. Selebihnya, persepsi mengenai manga ini ada di tangan kita sendiri.


Lampung, 19 Januari 2020

Penulis: Rizki Febrianti


Kamis, 15 Juni 2017

Satu Tahun Jadi Anak SMA

Hello! Pakabar mblo, mblo aja yang disapa. Kasian.
Udah lama gak ngeblog, tau-tau puasa kan ya. Aaaaajaib. Puasa-puasa gini enaknya baca blog gue yang absurd, itung-itung ujian kesabaran (ngadepin celotehan gak penting-penting amat).
Gak kerasa banget udah satu tahun aja gue jadi anak SMA tepatnya di SMA Negeri 6 Metro. Dulu gue excited banget waktu mau SMA. Bayanganya seru banget, ternyata.. Yah.. Emang seru sih :v

Rasanya baru minggu lalu ngerasain nyeseknya gak keterima PPDB di SMA sebelah meskipun lebih nyesek mereka gak lolos SBMPTN (13 Juni 2017) atau malah lebih nyesek di PHPin gebetan (gak main gebet-gebetan jaman sekarang).

Bulan depan udah jadi kakak kelas, seru kayanya ya. Btw, takut gue di bohongin adek kelas kaya yang gue emm anu itu deh. Kali ini gue mau bahas satu tahun gue di SMA Negeri 6 Metro yang sejuk, teduh, dan friendly. Kapan lagi kan berangkat sekolah disambut sama bentangan sawah nan indah plus matahari terbitnya? Yaa Gak penting sih, cuma penting-pentingin aja deh.

Namanya seneng pasti ada sedihnya, namanya sedih ya pasti ada senengnya (baseng dah).
Selama gue kelas 10, gak ada satu kegiatanpun yang konstan. Kaya pacar gitu, gonta-ganti. Selalu berubah setiap bulan bahkan minggu. Perubahan itu baru keliatan setelah gue nulis blog ini, salah satu perubahannya adalah perspektif gue tentang sekolah gue ini.

Kehidupan anak SMA jelas beda banget sama SMP apalagi SMP gue (tau kaan). Awalnya, gue gak ada niat sekolah di Smansix. Gak ada! Dan gak suka karena pandangan orang tentang Smansix itu kurang baik. Sekolah baru, pilihan kedua, ditengah sawah. Gue sebagai anak SMP waktu itu ya ikut-ikut aja gak suka Smansix.
Semuanya berubah ketika gue beneran sekolah di sini di Smansix. 
Yang gue denger dan gue lihat kontras banget sama sekolah ini ketika gue jadi bagiannya. Sekolah baru, tengah sawah, semuanya luar biasa dan gue jatuh cinta sama sekolah ini. Sekarang mah nyesek kalo ada orang yang masih punya pandangan buruk tentang sekolah gue. 

Gue punya beberapa pandangan baru, perspektif baru, dan bahkan pemikiran baru ketika gue udah masuk SMA. Yah wajar, gue kan masih di fase labil.

Hal gak konstan berikutnya adalah kelabilan perihal eskul, udah gue ceritain di blog sebelumnya ah baca ya. Sekarang gue udah punya club sendiri, punya eskul yang tetap dan enjoy karena semua itu bikin gue nyaman. Tetapi seperti yang gue bilang di awal bahwa seneng pasti ada sedihnya, maka yang gue sedihin adalah ketika gue keluar dari Paskib. Masa temen-temen yang lain ngebully gue karena keluar, lah mereka juga keluar dari eskul yang lain. Ehm, bercanda. Yah, namanya juga pemikiran baru. Meskipun gue respect banget sama eskul Paskib, gue gak bisa lanjut disitu. Lain kali gue ceritain di blog berikutnya deh.

Sebagai anak labil, semasa SMA (kok berasa udah alumni ya) gue berkali-kali namanya salah pilih. Dulu gue udah susah payah ngumpulin rangking kelas biar bisa masuk SMK jalur prestasi jurusan paling gue sukain dan ketika udah diterima gue mengundurkan diri karena gue milih SMA yang menurut gue keren, ternyata gak diterima. Disitu gue dapet pelajaran bahwa jangan sia-siain kesempatan yang ada gan :(( Jadi, gue sekolah di Smansix bukan karena pilihan pertama (di awal gue udah bilang bahwa gue gak berprasangka baik sama sekolah gue ini). Kasihan, jadi yang kedua.

Gue gak nyesel dan merasa bahwa ini adalah sekolah terbaik gue, sebagai gantinya gue ikut eskul Sinema dan sekarang lagi usaha ngembangin club Mading (doain ye). Salah pilih juga terjadi sama eskul-eskul gue, dan ketika udah salah, gak ada alasan buat lanjut (karena masih ada pilihan lain). Pada akhirnya, gue nemuin pilihan yang benar. Nemuin anu juga. Iss itu loh.

Btw semester satu gue jadi langganan telat. Semester dua tobat. Semester satu gila jajan, semester dua jualan jajan wkwk. Semester satu sok sibuk, semester dua enjoy banget. Hal-hal yang gak konstan itu yang nemenin gue selama satu tahun. Soal pikiran labil, ya lumayan. Meskipun gitu, gue menikmati setiap hari yang gue lakuin di Smansix yang kadang nyampe magrib.

Gak kerasa udah satu tahun.

Senengnya, senengnya karena gue bakal punya goal baru di semester baru. Ngelewatin satu tahun tanpa penyesalan, dan luar biasa.
Sedihnya, sedihnya karena adik kelas gue nanti dari kibang semua njir -,- apalah daya gue harus satu sekolah dari TK, SD, SMP, SMA, sama tetangga gue.
Bukan. Sedihnya, ada beberapa goal gue yang gak kesampean, beberapa plan yang gagal dan perubahan yang cuma jadi wacana. Sedih karena gak sekelas lagi sama para gembel kelas 10.2
Sedih karena masih sering salah pilih. Tapi yaudahlah. Masih ada tahun depan buat ngerubah wacana jadi Action. Masih ada tahun depan buat memperbaiki diri, dan masih ada keputusan yang gak boleh salah lagi.

Bener-bener kompleks, padahal cuma anak SMA labil yang terobsesi sama kehidupan SMA Dilan (itu novelnya Pidi Baiq yang super ngebaperin). Setiap waktu yang gak bisa di lewatin, setiap momen yang gak bisa dilupain. Satu tahun pertama gue jadi anak SMA.

Goodbye, and see you soon. Semoga ada sesuatu yang bisa jadi pelajaran ya :)

Kamis, 11 Mei 2017

Osis bagi gue, apa ya?

OSIS? You know lah. Gak perlu gue jelasin kan ya, semua anak SMA maupun SMP pasti udah tau yang namanya OSIS. Nah, kali ini gue bakal share tentang pengalaman dan arti penting kemerdekaan terhadap bangsa Indonesia. Udah gak usah dibaca, emang lagi suka ngaco. Gue bakal share pengalaman gue selama ikut organisasi OSIS, selamaa berapa lama ya? Astaga!

Im so sorry. Gue lupa belum nyapa kalian. Good... Good apa ya? Di Indonesia pagi siang atau malem? Soalnya kan di California beda jam he he he. Yaudahdeh, welcome to my blog. Para pembaca setia blog gue yang sabar menghadapi celotehan garing krik macam Cornflakes ditengah maraknya Vlog-vlog gaje di You*ube. Gue lebih suka bikin blog karna emang gue suka salting di depan kameree. Gitu deh, daripada malu-maluin karna engkrik, mending gue nulis, jadi gak kelihatan jayus WKWKWK. Yah, kelamaan cingcong nih jadi? Maklumlah, gue udah jarang ngeblog dan sharing sama kaliaan.

Kembali ke lap--lapangan futsal.
Gue ikut OSIS sejak kelas 8 SMP, awal mulanya? Awal mulanya karna pengen ngemos adik kelas lah, coret-coret muka pake lipstik terus ditaburin bedak. Nyuruh adik-adik kelas pake topi karton warna-warni nan culun naujubilah. Bah momen paling gue impikan saat itu. Tapi semua berubah sejak pembina osis menyerang. Saat itu gue, Melati, Irawan, dan.. Raja, eh Abed (namanya Raja Aednego Sihaloho, santai tjoy) dapet tugas pelatihan OSIS di hotel nusantara selama tiga hari. Tiga hari tak terlupakan, karna sejak itu gue sedikit paham apa itu OSIS, gimana kerja OSIS, dan beberapa pengetahuan tentang Narkoba kan gak nyambung ya?

Sejak pulang dari sana gue makin sayang sama mantan. Bercandaa, udah move on gue. Makin sayang sama OSIS. Menurut gue, anak-anak OSIS itu keren, dipandang guru, banyak kenalan, dan femes bagi sebagian orang. Gue beneran femes waktu itu, alasanya? Karna tiap ada keluarga siswa yang meninggal gue yg mintain ta'ziah ke kelas-kelas. Hmm sekalian ketemu Mawar lah ya. Sayangnya selama SMP organisasi OSIS gak pernah berjalan, dan kepengurusan OSIS cuma tinggal jabatan tanpa produktifitas. Hari kelulusan, gue bercita-citakan masuk OSIS di sekolah gue nanti karna yakin OSIS SMA bakal lebih keren, dan.. Femes.

Bertemulah gue dengan OSIS SMAN 6 Metro sejak pertama kali menginjakkan kaki di bumi Smansix. Kok alay ya? Yaa gitu deh. Kesan gue ke OSIS saat itu masih sama kaya waktu SMP. Osis? Keren, organisasi bergengsi, dan pasti femes buat sebagian orang :v
Tiap ditanya senior OSIS waktu MOS mau ikut eskul apa, gue jawab OSIS. Tiap ditanya siapa yang mau ikut OSIS, gue tunjuk tangan sambil meringis. Cari muka, maklum Pak. Gue serius + yakin + pede bakal jadi salah satu anggota OSIS, gue jelasin ya, gue masih punya rendah hati dan gak pamer kok..

Akhirnya gue daftar, tahap pertama gue lolos. Tahap kedua adalah wawancara yang satu ruangan cuma di isi enam orang. Gue ceritain dikit ya, sebelum gue jadi OSIS setiap ditanya senior "Dek, kenapa milih osis, apa karna pengen tenar?" Gue jawab apa coba? "Engga lah kak" nah, senior sori gue boong :v
Gue masih inget dulu pertanyaan senior waktu wawancara tujuan masuk OSIS. Gue jawab pengen bikin komunitas. Itu cita-cita gue saat itu dan gue yakin. Alhamdulilah, tahap kedua lolos dan gue resmi jadi anggota OSIS. Huraaaaa!

Seiring berjalannya waktu, gue makin ngerti harus gimana di OSIS. Organisasi resmi, yang kata mantan ketos di hari terakhirnya ketemu kita anak OSIS "Ngomong ada caranya, ijin ada caranya, OSIS itu organisasi, semuanya terorganisir" (dikutip dari nasihat mantan ketos, dapur putih 2016).
Gue juga sadar kalo OSIS itu bukan tempat cari femes. Femes gak ada apa-apanya ketimbang ilmu yang gue dapet dari osis yang akan gue ceritain selanjutnya.

Banyak banget, sangat banyak bahkan gue gak ngerti apa aja yang OSIS kasih buat gue. Wadah kreatifitas banget! Gue bisa berpendapat, menyanggah, berbicara, bertanya, bercanda, pake cara-cara yang sebelumnya gue gak tau. Ngasih gue banyak pengalaman lewat event-event yang diadain OSIS. Dari ngerencanain acara ultah pak Pendawa yang gagal alias pance sampai persiapan Hari Sejuta Pohon yang nyebelin karena "mainan tanah".
Pokoknya gue meras lebih baik setelah jadi anggota OSIS. Gue juga punya harapan jadi sekretaris OSIS. Jabatan paling gue suka, karna sejak SMP jabatan gue sebagai sekretaris (Harapannya kesampean, surprise banget karna gak seorangpun tau harapan gue, tiba-tiba aja gue jadi sekretaris. Alhamdulilah).

Dari semua itu, yang paling bermakna dari OSIS adalah.. Ketika HUT AMBALAN RADEN FATAH NYI AGENG SERANG ke 5. Waktu itu OSIS buka Stand, jualan minuman, jasuke, dan donat. Gue semangat banget tuh jualan, bolak-balik bawa nampan isi minuman. Dan.. Sukses! Minuman, donat, jasuke, ludes! Sumpah seneng banget karna bisa ngabisin target, bantuin OSIS. Itu hal paling membanggakan bagi gue. 

Dua bulan berlalu, gue yang galau karna pengen beli tas dan gak punya duit, akhirnya kepikiran buat nyari kerja sampingan. Apa yaaa.. Mikir punya mikir, gue keinget suksesnya gue dan temen-temen OSIS yang lain jualan. Gue? Jualan? Boleh tuh!

Gak boong, gue jualan beneran. Sedikit, tapi lumayan. Dari bisnis OSIS, gue jadiin bisnis pribadi. Dan siapa sangka? Dari situ gue punya banyak cita-cita kedepannya. Gue nemu sesuatu yang paling gue cari. Marketing is my passion. Hal paling berharga yang gue dapet dari OSIS, "CITA-CITA" yang selama ini gue galauin abis.

Itulah kenapa gue respect banget sama OSIS. OSIS ngasih gue banyak hal, pengalaman, hal-hal baru, keseruan, dan harapan. OSIS udah masuk jajaran belahan jiwa gue selain kacamata dan mantan (eh bukan eh). Gak ada alasan buat mangkir, bolos, apalagi keluar OSIS. Gue ngasih OSIS apa yang seharusnya gue kasih, ide, dedikasi, dan tenaga. Semua itu gak ada apa-apanya ketimbang hal-hal yang OSIS kasih ke gue. Gue bersyukur, sangat bersyukur lolos seleksi tiga kali (yang ketiga pas pergantian ketua osis, setelah Komeks akhir 2016).

Gue gak tau seberapa bermakna OSIS bagi temen-temen gue yang lain, yang jelas OSIS selalu jadi prioritas kedua gue di sekolah (yang pertama pr yang lupa dikerjain dirumah).
Gue sangat-sangat bangga jadi OSIS, dan akan selalu gitu kedepannya. 

Oh iya, cita-cita gue waktu wawancara OSIS itu beneran terwujud. Komunitas Mading Redaksi Matahari, gue beneran punya komunitas, berkat OSIS juga cieee.
Ah yaa, panjang sekali gue cerita. Agaknya udah bosen. Sekian dulu ya, lain kali gue cerita lagi. Terimakasih telah membaca. Gue sangat-sangat senang kalian mau meluangkan waktu buat membaca blog gaje gue ini. Daaaaa! See you next time!

Minggu, 05 Maret 2017

Hormat Bendera Aja, Kamu Ngobrol

Habis kepoin akun instagram Sejarah, jadi pengen nulis perihal Nasionalisme dikalangan pelajar. Habisnya, masih heran sama mereka-mereka yang katanya "mengabdi merah putih" tapi kurang menghargai merah putih itu sendiri. Apa ya? Aku jelasin deh.

Nasionalisme, familiar ya di telinga kita. Nasionalisme banyak pengertianya, banyak pula bentuknya. Secara garis besar, Nasionalisme itu rasa cinta terhadap suatu bangsa. Kalau di Indonesia, ya mencintai Indonesia sebagaimana mestinya. Kalau di kalangan anak sekolah, Nasionalisme sering banget dibahas di pelajaran PKN mulai dari pengertian, bentuk-bentuk, contoh, sampe manfaat (maklum, materi pelajaran). Temen-temen pasti udah paham sama Nasionalisme. Tapi.. Yakin udah mempunyai jiwa Nasionalisme di diri masing-masing? Kalau merasa udah, pernah mengamalkannya? Atau sebesar apa Nasionalisme di hati kalian? 

Anak sekolah, sebesar apa sih jiwa Nasionalismenya? Jawabanya sederhana. Sangat sederhana. Menghormati bendera sebagai lambang negara sudah termasuk jiwa Nasionalisme. Mirisnya, banyak anak-anak yang main-main saat hormat bendera.

Ambil contoh, disekolahku. Setiap hari kami mengadakan apel pagi yang diisi pengibaran bendera, amanat, dan doa. Dari awal mulainya apel saja, tidak ada antusias di diri masing-masing siswa. Padahal tujuan apel untuk apa? Kedisiplinan, meluangkan waktu untuk menyaksikan sang merah putih dikibarkan. Banyak sekali siswa yang mengulur waktu, malas-malasan menuju halaman sekolah. Alasanya? "Karena yang lain belum baris" Hey! Kenapa tidak kamu yang baris lebih dahulu? Kenapa tidak kamu saja yang memberikan contoh kepada mereka-mereka yang malas untuk cepat baris? Memangnya tidak ingin benderamu cepat-cepat dinaikkan?

Tujuan pihak sekolah menciptakan individu yang disiplin berantakan karena siswa saja malas apel pagi, malas berdiri menyaksikan pengibaran bendera. Bukan disiplin yang didapat, eh malah memupuk jiwa "Ngaret" anak negeri. Siapa yang disalahkan oleh pihak sekolahku? Ya Osis, tidak sanggup mengatur teman-temannya baris dengan tertib. Dengar ya pak, mereka yang tidak punya antusias, bukan Osis yang tidak sanggup. Coba saja teman-teman lebih sadar diri dan gesit sedikit, tidak ada yang namanya "digiring baris". Ah seandainya.. Sedandainya teman-temanku semangat apel pagi, semangat baris dan berangkat sedikit lebih pagi. Seandainya.. Hey aku sedang membahas jiwa nasionalisme dan penghormatan terhadap bendera. Bukan apel pagi. Ah sama saja, apel pagi kan perihal bendera juga.

Sudah lama barisnya, saat bendera dinaikkan teman-temanku malah asyik sendiri. Tidak tahu diri ya? Saat pemimpin memberi perintah hormat kepada bendera, dengan santainya mereka mengobrol, main ponsel, dan bahkan hormat dengan posisi membelakangi bendera. Miris? Sekali. Bendera adalah lambang negara, diperjuangkan mati-matian oleh para pahlawan, supaya apa? Supaya kita anak negeri bisa menyaksikan upacara penaikan bendera tanpa adanya gencatan senjata. Tidakkah kamu merasa berdosa bermain-main dengan bendera? Sang Saka Merah Putih. Tidakkah hatimu bergetar ketika melihat lambang negaramu berkibar diterpa angin di ujung tiang sana? Tidak banggakah?

Apa tidak ada sejenak waktu lepas dari mengobrol dan bermain ponsel untuk bendera? Dimana rasa cinta Nasionalisme mereka? Bahkan bentuk cinta tanah air yang paling sederhana saja mereka lalai. Sekarang kutanya, apa arti merah putih bagi kalian?

Rasa Nasionalisme banyak bentuknya. Tidak harus jadi tentara, tidak harus ikut Paskibra. Hormati saja bendera, lambang negara dengan banyak makna. Sayangnya, masih banyak kutemui anak muda main-main saat pengibaran bendera. Yang katanya diajarkan disiplin, suka ngaret kalau baris. Yang katanya sikap siap, putar sana-sini kalau baris. Yang katanya gesit, masih sering lamban hanya untuk sekedar baris. Kita ini anak muda generasi bangsa, diberi hadiah kemerdekaan oleh pahlawan supaya dijaga. Bendera yang sedang dinaikkan mestinya dihormati, vukan di acuhkan seolah tak ada begitu. Ngobrol kan, bisa dimana saja. Masa baris juga harus mengobrol? Semoga segera berubah.. Teman-temanku.

Asal kalian tau, aku menahan tangis saat pengibaran merah putih 17 agustus lalu? Asal kalian tau aku menangis saat menulis cerita ini. Aku mencintai lambang negaraku, tanah airku, dan bahasaku. Bersyukurlah, acara hormat bendera generasi kita jauh lebih menyenangkan dibanding 70 tahun yang lalu. Atau di jaman Mamaku, yang sekolahnya tanpa alas kaki.

Tidak ada Nasionalisme yang didapat dari buku, dari organisasi, dan dari peraturan. Tidak ada Nasionalisme yang dipaksa. Nasionalisme hanya masalah hati, yang mencitai tanpa meminta. Menanamkan semangat upacara pengibaran bendera, apel pagi, disiplin, dan Nasionalisme di hati masing-masing. Penghormatan saja cukup. Mari berubah, teman-temanku. Bendera dijahit ibu Fatmawatiku bukan untuk main-main. Bukan untuk ditonton, diacuhkan, dan di biarkan kehujanan. Mari tumbuhkan jiwa Nasionalisme sederhana untuk sebuah harapan masa depan yang lebih baik dari kita anak-anak bangsa.

Sekian ya, agak emosional. Aku agak greget sama mereka yang begitu. Semoga cepat sadar, mohon doanya teman-teman. Salam manis, Cornflakes Kriuk-kriuk.

Selasa, 14 Februari 2017

Problematika kebanyakan eskul

Anyeongg
Gara-gara The Legend Of The Blue Sea gue jadi suka ala-ala korea, meskipun belum parah. Dan untungnya kali ini gue gak akan ngomongin sedikitpun tentang korea meskipun Shin Won-Ho manisnya bukan main (lah ini ngomongin korea kan) Okay, jadi visi dan misi atau anggap aja tujuan gue ngomongin soal kebanyakan eskul ini adalah share tentang pengalaman gue di sekolah beberapa waktu lalu.

Udah lamaaa banget gue gak ngepost blog lagi, mungkin ini postingan gue yg pertama di tahun 2017 meskipun udah februari. Tapi gak apa-apa, setidaknya diriku pernah berjuang. 

Once upon a time..
(Karena gak bisa bahasa inggris, gue lanjutin pake bahasa indonesia aja)
Cerita ini berdasarkan pengalaman gue di semester satu lalu, dan sekarang gue udah semester dua. Waktu emang berlalu cepet banget ya, rasanya baru seminggu yang lalu gue move on mati-matian dari si Mawar (ceritanya udah tamat).

Semester satu lalu, gue punya banyak eskul dan organisasi. Kayanya ada tiga eskul dan satu organisasi yang gue ikutin. Diantara jadwal eskul-eskul yang padet, ada juga eskul yang jadwalnya tabrakan. Dan itu bener-bener ribet. Entah kena motivasi apa, gue seneng-seneng aja ngelakuinya. Yang tadinya sedih karna harus pulang jam 2 siang, jadi kurang afdol kalau belum pulang jam 4 setiap hari. Sehari organisasi, besoknya eskul, lusa nya eskul, dan kadang jadwalnya juga berubah sewaktu-waktu. Gue harus pinter-pinter ngatur waktu dan nentuin yang mana prioritas dan mana yang bukan. Sayangnya, gue gak bisa.

Setiap orang tanya gue ikut eskul apa aja pasti pada kaget karna eskul gue banyak. Pernah ada satu kakak kelas gue, kita sebut aja Midi, Midi itu cewek, dan anggota salah satu eskul yang gue ikuti. Gue inget banget dia pernah ngomong "Ikut eskul tu jangan banyak-banyak, nanti pas kelas 2 susah bagi waktu" dan dengan perasaan tanpa dosa, gue jawab "Bisa lah" dan kak Midi jawab lagi "Enggak, ngeyel, percaya lah" akhirnya gue diem. Kira-kira percakapan itu terjadi di depan UKS. Gue gak percaya sama adanya hal susah bagi waktu. Karena menurut gue semua ini asik-asik aja. Jadwal gak masalah, dan waktu juga cukup. 

Masalah mulai keliatan ketika masing-masing eskul mulai sibuk, ditambah agenda organisasi yang cukup menyita waktu bahkan jam belajar. Banyak eskul yang kumpul mendadak, organisasi yang rapat kapan aja dan ada eskul yang gak memberlakukan ijin tiap kita ada perlu yang kurang penting (ex:ngerjain pr) juga rasa gak enak hati kalo mangkir. Saking pusing nya, gue curhat ke salah satu kakak kelas sebut aja Xoxo tentang masalah gue yang bingung atur jadwal. Dan dari situ, gue dinasihatin gini : ikut eskul tu satu aja yang penting serius. Gue setuju, tapi kenyataanya tetep mondar-mandir ikut semua eskul.

Proses sampe gue bener-bener sadar itu lumayan panjang, tapi gue pengen nyeritain singkatnya aja. Gue mulai ngerasa eskul ini kebanyakan, dan harus ada yang dieliminasi (keluar) dan gue berpikir mana yang semestinya gue pertahanin. Udah ada satu eskul yang pengen gue lepas. Problemnya adalah, gue masih aja ikut kegiatannya meskipun udah pengen keluar. Dan belum bener-bener yakin, dibaca : masih sayang. Mau keluar, ragu. Gak keluar, gak tenang. Bingung. Kira-kira dua bulan gue bertahan dengan keadaan bimbang. Mana sebenernya eskul gue, dan mana yang mau gue seriusin. Ya begitulah, gue suka bimbang kalo suruh milih.

Oh iya, gue memang udah punya tujuan masuk organisasi dan itu termasuk prioritas. Jadi gue gak ada niatan keluar sedikitpun. Wkwkwk. Lanjut deh ceritanya, sampe mana tadi? Ah yaa, sampe bimbang. Udah mendekati akhir semester, dan gue belum juga punya jawaban. Eskul yang gue pengen keluar udah gak gue pikirin, ngilang aja gitu dari kehidupan mereka. Kemudian ada eskul gue yang satu ini sebut aja PB. Gue mulai ngerasa gak sesuai sama eskul ini, gue juga mulai rasa gak nyaman. Mulai beda pandangan, mulai gak cocok. Alahasil, gue sering ijin, karena eskul ini termasuk prioritas terakhir meskipun sebenernya gue ijin karna hal penting. Rasanya, gue emang gak seharusnya ada di eskul ini, dan gue pengen keluar ketimbang tingkah gue makin menjadi-jadi. Cuma ya kaya eskul satu tadi, keluar ini cuma jadi wacana, tetep aja bertahan meskipun sakit. Ahh boong aja. Gue jadi makin gak bisa atur waktu, serius. Mau ijin gak enak, mau gak ijin, kok ada jadwal lain. Ahh pokoknya berantakan deh, capek, dan pusing karna gak tau mau fokus kemana.

Udah semester dua, waktu dimana gue sadar mana tempat gue yang sebenernya. Waktu itu gue ketemu sama ketua eskul yang gue campakan tadi. Mumpung lagi niat, tanpa pikir panjang gue bilang keluar aja. Dan eskul gue tinggal dua. 
Tapi.. Tetep aja susah bagi waktu, tetep mondar-mandir. Dan hati gue gak tau ada di eskul mana. Mau fokus kemana dan apa yang paling diminati. Bahkan, dua eskul gue yang tersisa ini sama-sama mau lomba.

Dari situ gue dapet hikmahnya, gue harus milih mau ikut lomba eskul PB atau eskul gue yang satunya (belum pernah disebut) Setelah dipikir-pikir, gue pilih lomba eskul ketiga gue. Alasanya karena, gue suka nulis. Gue gak akan cerita lomba apa itu dan apa hubunganya sama nulis. Tapi, gue akhirnya sadar kalo disitu adalah tempat gue, tempat paling nyaman, dan malah bikin gue jadi sering nulis. Akhirnya, gue keluar dari eskul PB meskipun agak susah. Eskul gue tinggal satu, dan gue bakal serius ngejalaninya.

Eskul yang gue pertahanin itu adalah Sinematografi, disitu gue nulis skenario. Dan gue ngerasa itu emang apa yang selama ini gue cari. PB, PB itu nama samaran buat Paskibra, eskul yang bener-bener menantang, seru, disiplin, tepat waktu (meskipun kadang kitanya lemot) dan pokoknya banyak banget ilmu yang gue dapet dari situ. Sayangnya, gue emang harus keluar, karna memang ada banyak hal yang harus gue kerjain.
Eskul pertama tadi adalah KIR, seru, rame, dan mendidik tentunya. Gue gak pernah nyesel ikut eskul-eskul itu, karna banyak hal baru yang gue dapet, apalagi di Paskibra karena dari SMP gue ikut Paskibra. Tapi, kalo hati gue terus kemana-mana dan gak tau mau fokus di bidang apa gak akan ada kemajuan. Jadi, mau gak mau gue harus ngelepas sesuatu buat terus Maju dan dapetin yang baru. Gue harus rela kehilangan dan gak bisa terus-terusan takut sama resiko. Gue jadi setuju sama kak Midi yang bilang ikut eskul gak usah banyak-banyak. Karena selain gue yang kesulitan, eskul yang gue ikuti juga pasti keberatan sama salah satu anggotanya yang nyeleweng. Gue juga bertermiakasih banget sama kak Xoxo yang udah nasehatin gue dan kasih saran-saran yang baik. 

Intinya adalah, kita emang susah buat dinasihatin. Susah buat bener, jiwa abege yang masih membara. Dan, ngeyelan. Kita bakal susah memahami sesuatu sebelum mengalaminya sendiri, jadi sekarang gue udah paham apa yang dibilang sama kak Midi dan kak Xoxo tadi karna udah gue alami sendiri. Gue fokus sama apa yang gue kerjain sekarang, dan separuh hati gue tinggal di satu eskul. Gue punya banyak waktu nganggur, yang artinya bisa punya banyak waktu buat nulis.

Eh lupa, organisasi yang gue ikuti sekarang adalah OSIS. Organisasi paling keren dan asik. Banyak banget pelajaran dari Osis yang gue dapet, dan disitulah separuh hati gue tinggal (separuhnya buat eskul, doi gak kebagian) Osis itu organisasi yang paling gue cintai (ah cinta-cintaan) dan gue seneng jadi bagian dari Osis.

Kayanya sekian dari gue, agak panjang memang, padahal mah udah disingkat. Saran gue sih, jangan banyak-banyak ikut eskul. Tetep prioritasin belajar dan kalo punya eskul, seriusin. Jumpa lagi di postingan berikutnya gaes agan sista friend atau apalah itu.
Babaay :)

Selasa, 06 Desember 2016

Akhir dari segala move on

Hallo? Udah lamaaa banget gue gak posting cerita-cerita gue, berbulan-bulan. Entah kenapa gue jadi males nulis, atau lebih tepatnya gak punya topik cerita yang mau gue tulis. Terutama tulisan tentang gagal move on. Gue gak pernah lagi ngomongin soal move on ke siapapun, gak pernah bikin quotes atau tulisan yang temanya klasik banget, gagal move on. Gue juga gak pernah lagi berusaha move on dengan cara-cara yang absurd. Karena.. Gue udah move on. Iya, move on.

Hari ini, 4 desember 2016. Tepat setahun yang lalu, perjalanan gue move on dimulai. Ngerasain patah hati yang gak sebentar, mau gak mau gue harus move on. Ya meskipun sebulan setelahnya ada orang lain yang ngisi hati gue, tapi nyatanya tetep kosong. Empat bulan yang cepet banget, dan memang semuanya harus berakhir. Percuma... Patah hati gue gak sembuh secepat itu, dan bukan dengan cara itu. Maksain orang lain jadi bagian hidup kita dan berharap bisa nyembuhin patah hati, gak segampang itu. Setiap orang punya peran masing-masing di hidup kita, dan dia (panggil aja Kumbang) ditakdirin bukan sebagai penghapus patah hati, ya mungkin harusnya jadi temen aja-

Banyak hal yang gue lakuin buat move on, salah satunya ngeblog, atau lebih banyaknya main hp doang sih -_-
Hari-hari berikutnya gue lebih banyak ngabisin waktu sama temen, ngabisin waktu buat baca buku, ngabisin waktu buat "update status" dan kegiatan utama jomblo lainya. Contohnya gak mandi di hari minggu. Berkali-kali gue berpikir kalau sebenernya gue udah move on, tapi berkali-kali juga gue baper tiap ketemu Mawar. Gue berpendapat kalau sahabat-sahabat gue (yang jones juga) bakal bantu gue ngelupain patah hati gue, ngelupain Mawar. Ngelupain artinya sama kaya move on.

Tapi ternyata salah, bukan sahabat-sahabat gue yang bikin gue move on atau ngelupain mawar, bukan sahabat-sahabat gue yang bikin gagal move on gue akhirnya berakhir meskipun mereka banyak banget bantu gue. Gue memang gak pernah ikhlas dan mau nerima kalau Mawar memang masalalu, gue selalu berharap balik lagi ke akhir tahun 2015 buat ngulangin masalalu gue. Dan ternyata itu masalah gue, masalah yang buat gue susah move on. Percuma gue punya banyak kebiasaan baru kalo gak bisa ngikhlasin yang lalu. Semua masalah gue yang keliatanya kompleks ternyata simple, karena gue gak ikhlas. Anggapan gue tentang move on adalah ngelupain si Mawar nyatanya salah, manusia gak mungkin ngelupain apa yang pernah dia ingat dengan sengaja, gue gak pernah bisa ngelupain Mawar, itu wajar. Move on itu mengihklaskan, dan gak butuh waktu lama buat ngikhlasin Mawar. Gak butuh waktu lama buat ngeyakinin diri sendiri kalau udah bener-bener move on. Patah hati gue cuma sebentar, cuma beberapa hari setelahnya. Dan hari-hari selanjutnya buruk karena gue gak ikhlas, terlalu banyak pertanyaan kenapa. Gue jadi bodoh banget.
 Padahal hidup kita udah beda, Mawar adalah bagian hidup gue yang cuma sementara, yang bikin potongan hidup gue selama setahun gak sia-sia meskipun terlalu banyak hal percuma yang gue lakuin. Dan Doi, adalah bagian hidup gue yang bikin kepercumaan itu berakhir.