Bagaimana, selalu kupertanyakan bagaimana memulai sesuatu tanpa salah arah. Darimana harus memulai lagi, setelah sekian lama kujalani hari-hariku yang semrawut, tak punya tujuan dan motivasi. Mengapa aku selalu salah? Salah arah, salah tempat, salah tujuan? Dimana sebenarnya tempatku? Apa sebenarnya tujuanku? Dan bagaimana lagi aku menjalaninya. Hidupku bahkan lengkap dengan pertanyaan-pertanyaan konyol, namun tak pernah memiliki jawaban sesudahnya.
Aku sibuk setiap hari, mengurus ini, mengurus itu, rapat ini rapat itu. Tapi nyatanya kosong. Hari-hariku tetap saja kosong meskipun penuh dengan rutinitas. Waktu yang kujalani penuh dengan kesia-siaan, hidupku hampa tanpa tujuan yang jelas.
Amat banyak kegiatan yang kuikuti, menekuni banyak hal. Namun tak ada yang kucapai, tak ada yang kudapat. Sekali lagi, percuma. Kegiatanku tak punya arah. Suka semuanya, sesungguhnya aku tak punya tujuan. Belum pernah aku mendapat suatu pencapaian.
Kadang, aku sering merasa iri pada teman-temanku yang telah memiliki rutinitas tetap, memiliki tujuan yang jelas di hidupnya. Waktu semakin berlalu, hari berganti bulan. Namun tetap saja nihil. Hidupku tetap tak punya tujuan.
Satu persatu teman-temanku mulai mendapat pencapaian, mendapat hasil dari apa yang ditekuninya. Satu persatu, lama-lama habis juga mereka. Bagaimana kalau tinggal aku sendiri? Aku sendiri yang belum mencapai tujuanku? Bagaimana kalau aku sendiri yang belum mendapat apa-apa dari kegiatan yang kujalani? Sampai lupa kalau sampai detik ini belum punya tujuan.
Lalu bagaimana dengan masa depanku? Bagaimana dengan hari-hari berikutnya kalau dihari ini aku masih saja bersikap seperti ini. Bagaimana aku menorehkan prestasi kalau tak punya tujuan? Bukankah hidup ini perlu perencanaan? Terlalu banyak yang kuamati, terlalu banyak yang kupertimbangkan, terlalu banyak yang kupikirkan, namun terlalu banyak juga yang tak rela aku lepaskan. Ya, kegiatan-kegiatanku yang menjadi rutinitas sepanjang hari.
Mengapa aku demikian labilnya? Sampai tujuan hidup pun aku belum punya, padahal umurku makin tua saja dari waktu ke waktu. Apakah remaja lain juga seperti ini? Juga ribut dengan tujuan hidup? Risau dengan masa depan? Takut pula dengan tantangan. Adakah yang bersikap masa bodoh soal tujuan, masa bodoh soal cita-cita yang tak sampai? Apa ada juga yang berpikir simple soal hidup. Menjalani hidup seadanya dengan tujuan sederhana. Atau mungkin masih ada manusia di dunia ini yang belum memiliki tujuan?
Mengapa pula aku tak kunjung mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku tentang tujuan hidup? Mengapa demikian lama mencari jawaban itu, mengapa demikian sulit mencari jati diri. Sungguh, aku benci masa remajaku yang labil. Aku benci mengapa sampai detik ini belum juga punya tujuan, mengapa sampai detik ini belum mendapat suatu pencapaian. Rasa-rasanya ingin aku kembali ke bangku sekolah dasar. Mengapa aku harus menikmati perasaan tanpa arah dan tak pasti seperti ini.
Aku ingin punya tujuan, aku mau punya tujuan. Aku memimpikan pencapaian. Percuma saja aku menjalani semua ini kalau tak segera dapat jawaban. Semua ini salahku bukan? Mengapa aku begitu takut melepas sesuatu, mengapa aku begitu bimbang mempertimbangkan hidupku sendiri. Mengapa begitu sulit aku memilih, mengapa begitu takut menapaki hidup baru. Mengapa pula aku tak bertanya pada tuhan, bertanya pada Allah yang maha tau. Lengkap sudah pertanyaanku, mengapa mengapaku, bagaimana-bagaimanaku. Aku tak pernah yakin pada diriku, tak pernah percaya bahwa aku bisa. Selalu yakin kalau masalah pasti ada, namun terlalu takut untuk menjalaninya. Aku tak berani bermimpi, akupun sulit menjaga keputusanku. Proses mencari jati diri yang begitu rumit bukan?
Terlalu sering aku mengecoh diriku sendiri. Meyakinkan diri sendiri bahwa aku akan segera menemukan jawaban. Padahal mustahil, kalau tak sengaja kucari mana mungkin jawaban akan datang padaku? Apa sebenarnya tujuan hidupku? Kubaca lagi tulisanku dari awal, lalu kuingat sepatah kata. Memulai lagi, mungkin satu-satunya jawaban atas pertanyaanku adalah memulai lagi. Mulai menata hidupku dan menyingkirkan semua hambatan yang ada, menyingkirkan semua yang tak perlu. Tujuan hidup, untukku dan dari diriku sendiri. Seperti memulai dari awal, padahal bukan. Memulai lagi sama halnya dengan melanjutkan. Melanjutkan apa yang kupunya, menyingkirkan apa yang bukan diriku. Ya, aku akan memulai lagi, menentukan tujuan hidup dan cita-cita yang pasti akan tercapai. Menorehkan prestasi dan memberi bukti atas kerja kerasku. Menjanjikan hasil yang maksimal.
-JustAnImagination
Blog Utama
Abege Labil
Abcdefg! Sehat guys? Agaknya gue yang gak sehat yaa. Sebelumnya gue udah nulis panjang banget, udah gue post dan ngabisin banyak waktu. Tap...
Rabu, 09 November 2016
Bagaimana?

Selasa, 08 November 2016
Aku tak ingin lepas dari hidupmu walau hanya sedetik saja
Kutelan semua omong kosong soal cinta, kutelan pula asumsi publik tentang siapa kita yang katanya dekat padahal tak sedikitpun kurasakan bahkan dalam waktu yang cukup lama. Yang kutau, kau adalah manusia sempurna yang sering kulukiskan dalam imajinasiku. Kedekatan kita hanya cukup sebatas dekat, tak kurang ataupun lebih. Aku tak pernah berharap kau akan menyatakan cinta padaku dan menjadi milikku. Aku tak pernah bermimpi menjadi seseorang yang begitu kau butuhkan, meskipun pernah sesekali melintas di kepalaku.
Begitu banyak waktu yang kita habiskan bersama, membaca buku, menonton film, menulis, atau sekedar jalan-jalan. Kekagumanku padamu berubah, dan aku mulai menyadari ada rasa yang lain. Yang selalu kuhindari. Ya, aku mulai mencintaimu. Kukendalikan diriku sebaik mungkin, menahan semua egoku demi logika. Logika yang selalu berkata belum waktunya, logika yang menahan perasaanku dengan baik, logika yang selalu berpikir bahwa belum tentu kau juga sama gilanya seperti diriku. Kalau kau tau, sangat sulit menjaga semua rasa kagum rasa suka rasa sayang rasa nyaman yang hampir meledak kalau kau dekat-dekat denganku. Tapi kau sudah tau bukan? Kau tau aku mencintaimu meskipun bungkam, dan kaupun sama bungkamnya.
Tidak ada yang pasti tentang dirimu, tak pasti kau anggap apa sesungguhnya aku ini. Aku terlanjur senang menyimpan rasa ini sendirian, terlanjur mencintaimu diam-diam. Tak ingin lagi memulai suatu hubungan baru, tak ingin pula berkomitmen denganmu karena logika. Sampai kasihan pada perasaan karena menginginkan dirimu. Aku tak menyadari betapa bodohnya diriku karena satu persatu mawar telah kau berikan padaku tanpa kupikirkan apa maknanya. Yang kutau itu untukku dan dari seseorang yang kucintai diam-diam. Tak pernah aku menunggumu, tak sekalipun. Tidak juga aku berharap kau akan segera menyatakan sesuatu padaku dan gelisah karena takut kau akan meninggalkanku begitu saja bersama impian yang telah kurangkai sejak pertama berjumpa denganmu. Karena aku tak pernah meragukanmu meskipun kau bungkam dan akupun sama saja, menahan perasaanku sampai bengkak ini hati.
Tak ada mendung tak ada angin, kau dengan sifat mengejutkanmu memutuskan ketidakpastian kita. Atau mungkin telah lama kau rencanakan dan aku yang tidak kunjung paham. Semua rasaku yang terkubur dalam-dalam dan ego yang tertahan nyatanya sia-sia. Kau dan aku rupanya berpihak pada perasaan ketimbang logika. Seketika suasana berubah, ego yang kupenjarakan kini benar-benar telah meledak. Seperti berteriak-teriak memanggil namamu, karna kuingin kamu saja. Luka yang mengambang di udara benar-benar telah menumpahkan semua kekesalanya. Benar-benar semacam kejutan, tak rugi aku menjadi bodoh dengan bersikap tak sewajarnya karena pada akhirnya cintaku yang tersembunyi menampakkan dirinya. Semua rasa tertahan perlahan mulai terlepas, tanpa batas dan jarak, tanpa logika kalau kau dan aku hanya sebatas teman. Bukan, kau bukan teman sembarang teman lagi. Kau, manusia yang ada dalam khayalanku adalah milikku, milikku saja. Dan aku begitu mencintaimu.
Lebih tepatnya jatuh cinta lagi, jatuh cinta yang berbeda, jatuh cinta yang tak ada batasan, yang tak lagi memikirkan apa kaupun sama gilanya seperti diriku. Karena kau dan aku memang sama saja. Kau ada disetiap detik hidupku, pagi, siang, sore, bahkan ketika aku terlelap. Aku mencintai segala detail dalam hidupmu. Teramat ingin menghabiskan akhir pekan bersamamu, atau bahkan setiap hari bersamamu. Kau membuatku ketergantungan sampai enggan jauh-jauh darimu. Dan aku yakin, rasa sayangmu lebih dari mawar yang kau beri padaku tempo hari.
-JustAnImagination
Begitu banyak waktu yang kita habiskan bersama, membaca buku, menonton film, menulis, atau sekedar jalan-jalan. Kekagumanku padamu berubah, dan aku mulai menyadari ada rasa yang lain. Yang selalu kuhindari. Ya, aku mulai mencintaimu. Kukendalikan diriku sebaik mungkin, menahan semua egoku demi logika. Logika yang selalu berkata belum waktunya, logika yang menahan perasaanku dengan baik, logika yang selalu berpikir bahwa belum tentu kau juga sama gilanya seperti diriku. Kalau kau tau, sangat sulit menjaga semua rasa kagum rasa suka rasa sayang rasa nyaman yang hampir meledak kalau kau dekat-dekat denganku. Tapi kau sudah tau bukan? Kau tau aku mencintaimu meskipun bungkam, dan kaupun sama bungkamnya.
Tidak ada yang pasti tentang dirimu, tak pasti kau anggap apa sesungguhnya aku ini. Aku terlanjur senang menyimpan rasa ini sendirian, terlanjur mencintaimu diam-diam. Tak ingin lagi memulai suatu hubungan baru, tak ingin pula berkomitmen denganmu karena logika. Sampai kasihan pada perasaan karena menginginkan dirimu. Aku tak menyadari betapa bodohnya diriku karena satu persatu mawar telah kau berikan padaku tanpa kupikirkan apa maknanya. Yang kutau itu untukku dan dari seseorang yang kucintai diam-diam. Tak pernah aku menunggumu, tak sekalipun. Tidak juga aku berharap kau akan segera menyatakan sesuatu padaku dan gelisah karena takut kau akan meninggalkanku begitu saja bersama impian yang telah kurangkai sejak pertama berjumpa denganmu. Karena aku tak pernah meragukanmu meskipun kau bungkam dan akupun sama saja, menahan perasaanku sampai bengkak ini hati.
Tak ada mendung tak ada angin, kau dengan sifat mengejutkanmu memutuskan ketidakpastian kita. Atau mungkin telah lama kau rencanakan dan aku yang tidak kunjung paham. Semua rasaku yang terkubur dalam-dalam dan ego yang tertahan nyatanya sia-sia. Kau dan aku rupanya berpihak pada perasaan ketimbang logika. Seketika suasana berubah, ego yang kupenjarakan kini benar-benar telah meledak. Seperti berteriak-teriak memanggil namamu, karna kuingin kamu saja. Luka yang mengambang di udara benar-benar telah menumpahkan semua kekesalanya. Benar-benar semacam kejutan, tak rugi aku menjadi bodoh dengan bersikap tak sewajarnya karena pada akhirnya cintaku yang tersembunyi menampakkan dirinya. Semua rasa tertahan perlahan mulai terlepas, tanpa batas dan jarak, tanpa logika kalau kau dan aku hanya sebatas teman. Bukan, kau bukan teman sembarang teman lagi. Kau, manusia yang ada dalam khayalanku adalah milikku, milikku saja. Dan aku begitu mencintaimu.
Lebih tepatnya jatuh cinta lagi, jatuh cinta yang berbeda, jatuh cinta yang tak ada batasan, yang tak lagi memikirkan apa kaupun sama gilanya seperti diriku. Karena kau dan aku memang sama saja. Kau ada disetiap detik hidupku, pagi, siang, sore, bahkan ketika aku terlelap. Aku mencintai segala detail dalam hidupmu. Teramat ingin menghabiskan akhir pekan bersamamu, atau bahkan setiap hari bersamamu. Kau membuatku ketergantungan sampai enggan jauh-jauh darimu. Dan aku yakin, rasa sayangmu lebih dari mawar yang kau beri padaku tempo hari.
-JustAnImagination

Rabu, 02 November 2016
Abege Labil
Abcdefg!
Sehat guys? Agaknya gue yang gak sehat yaa. Sebelumnya gue udah nulis panjang banget, udah gue post dan ngabisin banyak waktu. Tapi gue hapus gitu aja, karena gak nyambung. Kali ini, tulisan yang udah kandas itu bakal gue perbaiki. Temanya sama kok, cuma ceritanya aja yang beda.
Ah basa-basi!
Btw gue lagi tiduran nih, lagi mikir gimana caranya tulisan gue itu bisa nyambung. Masalahnya gue gak bisa mikir, boongan doang kok.. Gak penting juga ya?
Gue mau tanya sama kalian, pernah bingung? Pernah secara tiba-tiba ngerubah keputusan? Atau ngambil keputusan tapi nyesel setelahnya? Yaa, gue sering banget nget ngettt.
Gue sering ketemu sama yg namanya pilihan, semua orang juga pernah. Setiap gue mau milih sesuatu, pertimbangannya pasti bakal lama banget. Meskipun banyak ini-ono, gak ada jaminan pilihan itu tepat. Malah sering nyesel setelahnya. Gue selalu berpikir kalau itu salah, tapi gue harus ngapain? Muter balik waktu biar benua nyatu lagi? Ujung-ujungnya malah pengen balik ke pilihan yang udah di tinggalin. Terus kaya gitu namanya apa? LABIL.
Setiap hari gue ngerasain dampak kelabilan gue yang memang gak bisa di tolelir. Dampak paling dahsyat yang gue rasain adalah susahnya milih eskul yang bener-bener bikin gue geleng-geleng kepala. Kadang gue semangat di eskul A dan pengen keluar eskul B, lama-kelamaan males eskul A dan pengen eskul C, setelah beberapa lama gue malah suka sama eskul B yang tadinya gue udah mau keluar. Keliatanya sepele, gue ngelepas satu eskul dan fokus ke dua eskul yang tersisa. Tapi nyatanya, gue takut ngadepin resiko belum lagi salah pilih. Masa gue harus balik lagi ke eskul lama? Perang batin yang gue rasain nambah parah ketika semua eskul ngadain pertemuan di hari yg sama. Rasanya jadi pengen membelah diri kaya amoeba.
Makin hari, gue makin benci sama yang namanya labil. Benci sama pilihan yang sifatnya ngerelain yang lain pergi dan milih salah satu yang kadang cuma baik di awal (plisss jangan salah tangkep)
Gue benci sama diri gue yang terlalu susah buat milih, terlalu banyak pertimbangan dan gue yang sering ngerasa nyesel. Gue gak suka sama sifat gue yang labil. Tapi di sisi lain gue gak bisa berbuat apa-apa. Gue gak bisa ngejauhin pilihan dari hidup gue, gak bisa ngehapus penyesalan yang merupakan akibat dari perbuatan gue sendiri. Yang ada di pikiran gue cuma kapan dewasa, kapan berhenti labil, kapan gue nikah (typo).
Gue sering kepikiran perihal kelabilan yang membuat jiwa ini terguncang. Gue jadi sering merenung, jadi sering ngamatin orang dewasa, jadi sering buang sampah sembarangan. Sedikit demi sedikit gue makin ngerti kenapa gue labil.
Labil itu hukum alam, bawaan umur. Wajar lalo ABG itu labil. Gue takut aja kalau ternyata masa labil gue berlangsung lama dan kebawa sampe dewasa (amit-amit). Gue juga takut kalau kelabilan gue berdampak pada orang lain, merugikan orang lain.
Sebenernya labil itu termasuk proses, sama halnya kaya alay. Gue juga sempet mikir kalau gue cepet-cepet dewasa dan gak melalui masa labil, kapan gue belajarnya? Belajar ngambil keputusan secara tepat. Move on butuh proses, dewasa juga gitu. Semua manusia di dunia ini dewasa lewat proses, dari fase labil, alay, kepo. Sebenci-bencinya gue sama labil, labil termasuk bagian dari hidup gue. Petualangan gue menuju dewasa. Gue juga harus terima kenyataan kalau gue masih dalam proses labil. Sifat ini memang gak bisa di hilangkan dari daftar ABG, tapi pasti bisa di hindari. Kalau seandainya cuma di nikmati, mau dibawa kemana hidup ABG ini? Labil kalau gak di kontrol juga bisa merugikan orang lain.
Renungan gue beberapa hari ini juga dapet kesimpulan. Sebelum ngambil keputusan harusnya kita pikir dulu mana yang baik mana yang buruk. Kalau seandainya kita nyesel ngelakuin suatu hal, itu pasti karna ulah kita sendiri. Dan tergantung gimana kita nyelesaiinya. Resiko juga pasti ada, tergantung juga gimana kita ngejalaninya. Setelah masa labil itu lewat, artinya kita udah melewati satu fase menuju dewasa.
Gue juga jadi sadar, kenapa dewasa itu butuh proses yang nyiksa batin. Jadi dewasa itu gak mudah, banyak tantangan yang lebih dari petualangan menuju dewasa. Kalau gue langsung jadi dewasa tanpa ngelewati fase-fase ABG, gue gak yakin bisa ngelewatin berbagai masalah salah satunya ngambil keputusan.
Kesadaran yang paling utama ternyata gue gak bener-bener cinta sama hidup gue sendiri, gak bersyukur jadi ABG dan gak menikmati proses alay. Jujur, gue gak bangga jadi ABG, gak bangga karna gue masih dibawah 15 tahun. Well, sekarang gue tau itu salah, gue labil karna memang masih sampe pada fase labil. Masih 14 tahun karna memang belum 15 tahun. Masih ABG karna belum selesai berpetualang. Gimana mau cinta sama orang lain kalau belum cinta sama diri sendiri? Cinta sama diri sendiri itu penting, kalau gak cinta diri sendiri gimana mau bersyukur?
Labil itu salah, kalau terlalu dinikmati kapan mau berubah?
-Dari ABG yang bosan jadi ABG-
-Kikik
Sehat guys? Agaknya gue yang gak sehat yaa. Sebelumnya gue udah nulis panjang banget, udah gue post dan ngabisin banyak waktu. Tapi gue hapus gitu aja, karena gak nyambung. Kali ini, tulisan yang udah kandas itu bakal gue perbaiki. Temanya sama kok, cuma ceritanya aja yang beda.
Ah basa-basi!
Btw gue lagi tiduran nih, lagi mikir gimana caranya tulisan gue itu bisa nyambung. Masalahnya gue gak bisa mikir, boongan doang kok.. Gak penting juga ya?
Gue mau tanya sama kalian, pernah bingung? Pernah secara tiba-tiba ngerubah keputusan? Atau ngambil keputusan tapi nyesel setelahnya? Yaa, gue sering banget nget ngettt.
Gue sering ketemu sama yg namanya pilihan, semua orang juga pernah. Setiap gue mau milih sesuatu, pertimbangannya pasti bakal lama banget. Meskipun banyak ini-ono, gak ada jaminan pilihan itu tepat. Malah sering nyesel setelahnya. Gue selalu berpikir kalau itu salah, tapi gue harus ngapain? Muter balik waktu biar benua nyatu lagi? Ujung-ujungnya malah pengen balik ke pilihan yang udah di tinggalin. Terus kaya gitu namanya apa? LABIL.
Setiap hari gue ngerasain dampak kelabilan gue yang memang gak bisa di tolelir. Dampak paling dahsyat yang gue rasain adalah susahnya milih eskul yang bener-bener bikin gue geleng-geleng kepala. Kadang gue semangat di eskul A dan pengen keluar eskul B, lama-kelamaan males eskul A dan pengen eskul C, setelah beberapa lama gue malah suka sama eskul B yang tadinya gue udah mau keluar. Keliatanya sepele, gue ngelepas satu eskul dan fokus ke dua eskul yang tersisa. Tapi nyatanya, gue takut ngadepin resiko belum lagi salah pilih. Masa gue harus balik lagi ke eskul lama? Perang batin yang gue rasain nambah parah ketika semua eskul ngadain pertemuan di hari yg sama. Rasanya jadi pengen membelah diri kaya amoeba.
Makin hari, gue makin benci sama yang namanya labil. Benci sama pilihan yang sifatnya ngerelain yang lain pergi dan milih salah satu yang kadang cuma baik di awal (plisss jangan salah tangkep)
Gue benci sama diri gue yang terlalu susah buat milih, terlalu banyak pertimbangan dan gue yang sering ngerasa nyesel. Gue gak suka sama sifat gue yang labil. Tapi di sisi lain gue gak bisa berbuat apa-apa. Gue gak bisa ngejauhin pilihan dari hidup gue, gak bisa ngehapus penyesalan yang merupakan akibat dari perbuatan gue sendiri. Yang ada di pikiran gue cuma kapan dewasa, kapan berhenti labil, kapan gue nikah (typo).
Gue sering kepikiran perihal kelabilan yang membuat jiwa ini terguncang. Gue jadi sering merenung, jadi sering ngamatin orang dewasa, jadi sering buang sampah sembarangan. Sedikit demi sedikit gue makin ngerti kenapa gue labil.
Labil itu hukum alam, bawaan umur. Wajar lalo ABG itu labil. Gue takut aja kalau ternyata masa labil gue berlangsung lama dan kebawa sampe dewasa (amit-amit). Gue juga takut kalau kelabilan gue berdampak pada orang lain, merugikan orang lain.
Sebenernya labil itu termasuk proses, sama halnya kaya alay. Gue juga sempet mikir kalau gue cepet-cepet dewasa dan gak melalui masa labil, kapan gue belajarnya? Belajar ngambil keputusan secara tepat. Move on butuh proses, dewasa juga gitu. Semua manusia di dunia ini dewasa lewat proses, dari fase labil, alay, kepo. Sebenci-bencinya gue sama labil, labil termasuk bagian dari hidup gue. Petualangan gue menuju dewasa. Gue juga harus terima kenyataan kalau gue masih dalam proses labil. Sifat ini memang gak bisa di hilangkan dari daftar ABG, tapi pasti bisa di hindari. Kalau seandainya cuma di nikmati, mau dibawa kemana hidup ABG ini? Labil kalau gak di kontrol juga bisa merugikan orang lain.
Renungan gue beberapa hari ini juga dapet kesimpulan. Sebelum ngambil keputusan harusnya kita pikir dulu mana yang baik mana yang buruk. Kalau seandainya kita nyesel ngelakuin suatu hal, itu pasti karna ulah kita sendiri. Dan tergantung gimana kita nyelesaiinya. Resiko juga pasti ada, tergantung juga gimana kita ngejalaninya. Setelah masa labil itu lewat, artinya kita udah melewati satu fase menuju dewasa.
Gue juga jadi sadar, kenapa dewasa itu butuh proses yang nyiksa batin. Jadi dewasa itu gak mudah, banyak tantangan yang lebih dari petualangan menuju dewasa. Kalau gue langsung jadi dewasa tanpa ngelewati fase-fase ABG, gue gak yakin bisa ngelewatin berbagai masalah salah satunya ngambil keputusan.
Kesadaran yang paling utama ternyata gue gak bener-bener cinta sama hidup gue sendiri, gak bersyukur jadi ABG dan gak menikmati proses alay. Jujur, gue gak bangga jadi ABG, gak bangga karna gue masih dibawah 15 tahun. Well, sekarang gue tau itu salah, gue labil karna memang masih sampe pada fase labil. Masih 14 tahun karna memang belum 15 tahun. Masih ABG karna belum selesai berpetualang. Gimana mau cinta sama orang lain kalau belum cinta sama diri sendiri? Cinta sama diri sendiri itu penting, kalau gak cinta diri sendiri gimana mau bersyukur?
Labil itu salah, kalau terlalu dinikmati kapan mau berubah?
-Dari ABG yang bosan jadi ABG-
-Kikik

Langganan:
Postingan (Atom)